Welcome My Site
Login form
Main » 2009 » January » 24 » Misteri Satria langlang Jagad [ Masa Pertemuan Dengan Orang-orang Misterius ]
8:01 AM
Misteri Satria langlang Jagad [ Masa Pertemuan Dengan Orang-orang Misterius ]

MASA PERTEMUAN  DENGAN ORANG - ORANG MISTERIUS.

 

Perjalanan waktu demikian cepatnya, kodrat jaman menetapkan bahwa aku hidup  penuh dengan cobaan serta penderitaan, kapankah semua ini akan berakhir ? hal demikian sering kutanyakan pada diriku sendiri, namun mengapa tak pernah ada jawaban hanya senyuman yang tersungging di wajah Bung Karno yang selalu membayangi jalan hidupku. Sehingga seringnya aku di temui wujud bayangan Bung Karno akhirnya aku tergila-gila akan kedahsyatan Soekarno. Pertanyaan rahasia tentang Alam bahkan tentang Bung Karno pun aku sampaikan pada Allah, terjawab dengan sabda "Angger yen jeneng sira kepingingin mangerteni sak-kabehane rahasia, mula den sira kudu lakonana ora kena mangan kang ana nyawane patang puluh dina lawase" ("Nak kalau kamu ingin mengerti keselurahan rahasia, maka kamu harus menjalankan laku prihatin tidak boleh makan apapun yang bernyawa selama empat puluh hari lamanya”). Selama perjalanan laku prihatin, aku pernah didatangi oleh kakek tua berjubah putih yang biasa menemui aku dan tak pernah mau menyebut namanya berkata "Angger purugana bapakmu ana ing wetan kana" ("Nak carilah bapakmu di timur sana”), akupun menjadi bertanya "anak siapakah diriku ini sebenarnya ?". Benar jawaban tersebut ada setelah laku prihatin memasuki hari ke tiga puluh sembilan, pada waktu  sore hari tepatnya pada hari Rabu Pon, 20 Oktober 1992 sahabatku minta pertolongan untuk berjumpa dengan Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya lewat "Sukma Pangandikan". Sesuatu yang belum pernah aku lakukan, maka dengan mencoba akhirnya dapat bahkan justru Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya mengutus aku supaya hadir di Pamenang Kediri di malam Sabtu Manis.

Malam Jum 'at Kliwon rumahku banyak dikunjungi tamu-tamu datang sampai larut malam, karena sungguh kantuknya dan besuk pagi rencana pergi untuk ke Kediri maka aku mohon pamit untuk tidur, tepat pukul 03.00 WIB  aku mulai tidur dan terlenalah dalam mimpiku "Bahwa rumahku kejatuhan sinar bagaikan rembulan lalu kebakaran,  semua orang tak berani mendekat. Namun dengan pukulan jarak jauh dariku semuanya menjadi padam". Di pagi harinya tetangga sebelah belakang bercerita pada orang tuaku, bahwa tadi malam sampai larut malam dia berada di luar rumah dan melihat ada cahaya seperti lampu petromak dari sebelah timur jatuh tepat di rumahku. Kejadian apakah semua itu, hal ini tak terlintas di benakku. 

Dikala pagi hari dengan boncengan Sepeda Motor Astrea milik sahabatku aku berdua sampai di Yogya langsung ganti bus menuju Kediri perjalanan teramat panjang, sampai di terminal Kediri aku mohon petunjuk pada Allah, kemana kita harus berjalan ? jawaban kuterima ternyata kita harus bersuci dulu di sumur dan sahabatpun tanggap karena memang sudah tahu tentang situasi Kediri. Pada Hari Jumat Kliwon menjelang malam Sabtu Legi tanggal 23 Oktober 1992 waktu menjelang magrib aku dan sahabatku bersuci lalu mandi di Sumur Tirta Kamandanu, usai sudah aku menunaikan perintah gaib pertama kemudian aku berkomunikasi dengan Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya namun di sambut oleh seorang putri cantik untuk masuk kedalam areal tiga ringin kembar yang terkurung, di situlah aku tak dapat keluar dari areal yang tertutup, dengan sujud simpuh anak tersebut mohon pada Allah dan terdengarlah suara "Angger putri mau kuwi kepencut marang sliramu, mula deweke pingin diambung marang awakmu" ("anak putri tadi itu tertarik padamu, maka dia ingin dicium oleh kamu”), seketika putri itu nampak mendekat dan bathinku berkata "mendhah kaya ngapa yen wujud manungsa ayune ora ana kang madhani" ("andai seperti apa jika dia manusia, cantiknya luar biasa tiada yang menandinginya”) dan benar si putri tadi minta dipeluk dan dicium akhirnya pintu dengan sendirinya terbuka bersamaan dengan terpaan angin yang kencang dan hadirlah Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya bersabda "Angger dak tampa sebamu lan paringana pangapura marang putri Ingsun kang anggoda sliramu mula enggal tumuli marang Kedaton Ingsun" ("Nak kuterima kedatanganmu dan berilah maaf pada putriku yang menggoda dirimu segeralah datang ke keratonku”) dan tanganku mengarah pada arah yang belum tahu apa maksud tangan mengarah ke arah timur lalu diterjemahkan oleh sahabatku "kita harus ke Kuluk Makutharama ".

Melalui lintasan persawahan dan kuburan serta kebun tebu yang terasa hari mulai senja dan petangpun hampir datang, maka dari kejauhan terdengar nada suara panggilan suara wanita tua renta, aku kaget dan heran mengapa sayup-sayup masih terdengar suara itu, hantukah itu, ternyata terlihat seorang nenek tua renta perpakaian compang-camping melambai-lambaikan tangan tanda mengundang dan aku segera datang sehingga dipeluk dan dicium oleh nenek tua tersebut dan berkata "Anakku, wayahku, katrima rawuhmu", (anakku, cucuku, kuterima kedatanganmu), aku terdiam sambil melihat dengan pantauan mata bathinku ternyata aku menemukan jawaban ?; "bukan sembarang orang !!!" nenek tersebut ternyata bernama Mbok Walijah. Dari sebelah sisi Mbok Walijah terlihat sepasang lelaki dan perempuan sebagai pendampingnya, yang lelaki bernama (Ki Ageng Giring) sedangkan yang perempuan (Ni Ageng Giring) terlihat dari sorot mata dan getaran kekuatannya juga bukan sembarang orang, Ki Ageng Giring tersebut bertanya pada aku dengan logat khas Jawa Timuran "asma panjenengan sinten ngger ?" ("nama kamu siapa nak ?”) ketika terjawab dari jawabanku tersebut "kulapun Sutiyono pak", ("saya nama Sutiyono pak”) "ngger iki jeneng sira mesti lahir dina Senin Pon, ("nak kamu mesthi lahir hari Senin Pon”) "jeneng sira ya Satria ya Pandhita wus memper kaya apa kang dak tampa" (nama kamu ya satria ya pandita sudah betul seperti  gaib apa yang telah aku terima), dari kata-kata lelaki tersebut aku tak tahu apa maksudnya.

Sedangkan Mbok Walijah meminta, aku untuk minum kopi kemudian beliau berkata "Angger aku wus sawatara suwe diutus Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya supaya nunggu bocah kang memper rupa, jeneng uga dina kelahiran kaya awakmu,  simbahmu wus patang puluh dina ona Gunung Sapta Arga ananging ora ana jeneng sira, sakbanjure Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya dawuh supaya nunggu ana ing Kuluk Makutharama awit dina Rabo Pon tekan dina iki, kanti simbahmu ketemu jeneng sira ateges tugasku wus rampung".("Nak aku sudah lama disuruh kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya supaya menunggu anak yang persis rupa dan nama juga hari kelahir yang mirip denganmu, nenek sudah empat puluh hari di Gunung Sapta Arga tetapi tidak ada namamu, selanjutnya Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya menyuruh supaya menunggu di Kuluk Mekutharama mulai hari Rabu Pon sampai hari ini, dengan ini nenekmu bertemu denganmu berarti tugasku sudah selesai). Akupun berfikir mengapa nenek berkata begitu apakah hubungan antara aku & nenek serta tugas tersebut padahal belum pernah ketemu sebelumnya.

Pada pukul 19.00 WIB aku di ajak Mbok Walijah sowan pada  Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya terasa sekali kalau malam ini akan ada sesuatu keanehan gaib yang akan kuterima, acara menghadap selesai aku merasa capai dan pening sekali kepalanya maka aku pergi cari obat tanpa pamit, ternyata gegerlah orang-orang misterius tersebut untuk mencari aku akhirnya aku ditemukan dan segera disuruh makan, betapa sayangnya nenek ini pada aku bagai telah menemukan mutiara  yang hilang sekian waktu. Ki Ageng Giring berkata "Angger begja kemayangan jeneng sira simbah tresna banget marang awakmu, kamangka wingi para punggawaning negara pada diseneni" ("Nak beruntung sekali kamu ketemu nenek sungguh sangat sayang sekali kepadamu, kemarin para pejabat negara dimarahi oleh nenek”). Dan Ni Ageng Giring berkata  "Mbah ndalu punika kita gadhah damel ageng" ("Nek malam ini kita punya hajad besar”), hal itu di benarkan oleh si nenek "kowe kok tanggap lan awas temen nduk" (kamu kok awas sekali mbak).

Pada malam hari aku tidur di sebelah Mbok Walijah, terkadang beliau bersuara ganjil sambil bersabda (ngasih saran) masalah keadaan negara yang akan terjadi dan akupun tanggap "ini adalah suara gaib yang harus kuterima dan akan bakal terjadi”. Sesuatu hal yang sangat ganjil mengapa nenek tersebut. bilang "iki gambare bapakmu ", bapakmu isih ana !, mula golekana !, Blitar iku apa !, hamung pusaka kang wus diasta bapakmu dewe mula sira bakal ketemu ing sakmengko" ("ini gambarnya bapakmu !”, bapakmu masih ada !, maka carilah !, Blitar itu apa !, hanya pusaka yang sudah dibawa bapakmu sendiri maka kamu bakal ketemu nanti), dan terlihat bahwa gambar tersebut adalah gambar Presiden Soekarno di dampingi ajudan sedang berpidato dan akupun kaget mengapa si nenek bilang ini bapakmu, dari sebelah belakang terlihat tulisan huruf jawa dan terbaca olehku bahwa si nenek itu sebenarnya bukan sembarangan orang beliau masih darah biru, beliau tidak lain adalah orang dalam Kraton Ngayojakarta hadiningrat yang sedang menjalankan laku prihatin bagai Ratu Kalinyamat untuk mencari mendiang Soekarno yang telah di khabarkan khalayak umum telah meninggal.

Pada waktu  pukul ± 24.45 WIB aku dibangunkan dari tidur oleh Ki Ageng Giring atas perintah Mbok Walijah, ternyata Ki Ageng Girng berkata "Angger jeneng sira ing wengi iki bakal winisuda minangka Satrianing Tanah Jawa dening Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya" bathinku terperanjat mengapa ada kata-kata wisuda padahal aku tidak pernah sekolah, berguru atau kuliah dalam hal-hal ilmu gaib, namun mengapa hal ini terjadi ?, yah semua ini karunia Tuhan yang tidak bisa dipungkiri. Ternyata benar dengan acara semacam protokoler pada acara-acara penting di bawah Kuluk Mektharama terasa angin berhembus kencang disertai bau aroma kembang melati harum semerbak dan Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya bersabda lewat sukma pangandikan lewat Ki Ageng Giring dengan sabda "Angger jeneng sira sun tampa lan sira bakal sun winisuda minangka Satrianing Tanah Jawa kang kuasa nyuwun baline Wahyu Tanah Jawa, mula minangka pratanda sun aturake pusaka kang andunung ana bapakira, mula tumuli bubar raina den purugana" ("Nak kamu aku terima  dan kamu bakal aku wisuda menjadi satrianya tanah jawa yang berkuasa meminta kembalinya wahyu tanah jawa, maka sebagai pertanda aku sampaikan pusaka yang ada pada bapakmu, maka segera habis pagi datangilah”), terasa badanku menggigil dingin bagai disiram kembang setaman dan luluhlah hatiku  teringat orang tua yang lelah mengandung, membesarkan dan mengasuhnya hingga meneteslah air mata dan ingatanpun tertuju pada perjalanan hidup sebagai Jaka Lara / Jaka Wirang yang selalu hidup penuh dengan penderitaan bathin dihina bahkan dicaci maki oleh sesama, ini berlalu karena sebuah perjalanan hidup yang sangat menyakitkan sebagai penggodogan di Kawah Candradimuka.

Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya pun kembali bergema lewat sabda tentang apa yang bakal terjadi "Angger Tanah Jawa iki bakal gendra bebarengan kalawan gara-gara ing sasi Sura, banjur timbul surya kembar andulu jumenenge Ratu Adil" ("Nak tanah jawa bakal geger bersamaan dengan gara-gara di bulan sura, kemudian timbul sinar kembar sebagai pertanda bertahtanya Ratu Adil”). Usai upacara penobatan Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya bersabda "Angger sejating ingsun kang tansah merpegi jeneng sira awujud wong tuwa sarwa putih, mula ngger jeneng sira wus tinarbuka enggal tumuli jengkar lan purugana pusaka ira minangka pertanda" ("Nak sebenarnya aku yang selalu menjumpai kamu yang berwujud seorang tua berjubah putih, maka nak kamu sudah tahu / terbuka enggal segera pergi dan jumpailah pusakamu sebagai pertanda”). Dengan kejadian yang tidak masuk akal dan di luar kemampuan nalar yang hanya dapat tersibak oleh keyakinan dalam alam metafisika manusia itu, maka aku semakin besar jiwa dan hatinya, manakala orang-orang yang tidak senang mengatakan sudah menyimpang dari rel kebenaran, namun semuanya sudah terjawab oleh peristiwa yang "aneh” diluar logika pemikiran manusia, dari kejadian itulah terbukti bahwa aku "jalma pinilih” yang selalu berjalan di atas kebenaran bahkan selalu membela kebenaran, demi pengorbanan pada orang lain atau pada bangsa sebagai wujud dharma.

Di kala terdengar ayam berkokok tanda hari mulai pagi dan terlihatlah semburat sinar mentari mulai menampakkan wajah cerahnya, si nenek tua berkata ''wus angger sira enggal tumuli lunga purugana bapa lan pusaka ira ana ing arah kana" ("sudahlah nak segera pergi carilah bapak dan pusakamu di arah sana”), sambil menunjukkan jalan nenek itu tersenyum tanda perpisahan. Dengan didampingi Ki Ageng Giring aku beserta sahabatku berjalan kaki melewati persawahan dan jalan yang semakin jauh dan tak terasa mengapa kaki ini sedikitpun tak terasa sakit padahal membawa tas penuh berisi pakaian, sungguh suatu keajaiban hampir ± 20 km di tempuh oleh ketiga orang tersebut, namun sahabatku ini sungguh keponthal-ponthal dan pontang panting dalam perjalanan bagaimana tidak, mungkin dia tak kedapatan kekuatan gaib. Sampai di suatu persimpangan jalan terlihat dari kejauhan ada sebuah rawa di sebelah tengahnya terdapat gubug reyot yang tak tertata rapi di tepian sebuah rel kereta api, ketiganya melaju menuju gubug itu melalui jembatan bambu yang hampir rubuh dan akupun duduk bersandar pada balai bambu menghadap ke timur. Entah bagaimana tidak tahu, dari mana arahnya terdengar suara lantang dari  orang tua kakek-kakek "Eee ... lakune Arjuna ya" (Eee … jalannya Arjuna ya”), terlihat olehku seorang kakek tua berpakain serba hitam berlepotan lumpur dan tertutup caping di kepalanya, kakek itu mendekat dan memeluk dan menciumi aku  sambil berkata "Eee ... wayahku, Eee ... anakku wis suwe tekamu” (Eee… cucuku, Eee… anakku sudah lama datangmu”),  sekilas tidak terlihat rupa kakek itu namun setelah caping di buka pakaian pun terlepas betapa seorang kakek tua masih begitu sehat dan rupa kulitnya sedikitpun tak nampak keriput. Si kakek berkata "Angger ketrima banget jeneng sira wis ngusadani kakekanmu kang nandang lara iki" ("Nak terimakasih sekali kamu telah mengobati kakekmu yang sakit ini”), aku menjadi bingung mengapa si kakek berkata begitu ?, kakekpun berlanjut berkata "Angger ing waktu bengi mau kakekanmu iki ditekani bocah kang praupane memper kaya jeneng sira, banjur si bocah mau ngelus sikil, awak lan pelananganku sahingga kakekanmu bisa tangi kaya wingi uni, kamangka kakekanmu nalika samana nandang sikil abuh, geger bungkuk. lan iki pelananganku metu getih kaya empere wong wadon kang lagi wulanan mula ketrima banget ya ngger minangka pertanda kae sawangen teken kang ona ing tebu ireng iku sandaranku, ngger kakekanmu ya mangerti yen sliramu semadi ana ing Menang kana, mula karepe meh arep dak susul ananging awakku durung permono mula ketrima ya ... ngger pitulungmu. (Nak diwaktu tadi malam kakekmu ditemui oleh seorang anak yang mirip denganmu, kemudian anak tersebut mengelus kaki, tubuh dan kemaluanku sehingga kakekmu bisa bangkit seperti semula, padahal kakekmu ketika itu menderita kaki bengkak, boyok bungkuk dan ini kemaluanku keluar darah seperti seorang wanita yang datang bulan, maka terimakasih sekali nak sebagai pertanda lihatlah itu tongkat pada pohon tebu ireng itu sebagai tongkat penyanggaku, nak kakekmu tahu jika kamu tadi malam semadi di Menang, maka aku hampir menyusul tetapi tubuhku belum sehat betul maka kuterima ya nak pertolonganmu”).  Yah ... mengapa ada wujud titah mirip dengan aku, siapakah sebenarnya yang datang mengobati kakek tersebut padahal aku itu tak merasa datang inikah misteri dari Hyang Suksma Sejati dari Satria Langlang Jagad ? Allahualam. selanjutnya si kakek tersebut mengaku bernama Wagini, juga Mulyadi disebut juga Bung Petung ya Jamur Dipa, beliau bercerita dan mejang berbagai macam ilmu tinggkat tinggi serta perjalanan hidup Bung Karno mulai dari lahir hingga di katakan mati, semuanya utuh tanpa sisa. Dari bilik kamarnya aku di perlihatkan seperangkat pusaka, diantara pusaka yang ada aku sangat teringat akan pesan pada gambar Bung Karno dengan ucapan "Aku Tutipkan Bangsa dan Negara Ini Padamu" di situ beliau mengenakan pusaka berhulu kepala garuda beserta satu pusaka mirip semacam parang. Ternyata apa yang ku lihat adalah pusaka milik Bung Karno ada di sini itu yakhin, dari naluriku tersebut terhadap benda-benda pusaka maka di ambil untuk dilihat sinar kekuatan dan gaib yang ada ternyata "Sebilah Keris Laras Bango Pejetan Tangan" yah inilah yang di cari-cari orang. Adapun pusaka lain yang sempat aku pegang adalah : kayu setigi pegangan tempat duduk, dasi, baju putih lengan panjang, kaca mata hitam dan putih, cundrik bergambar mirip Bung Karno pakai baju kebesaran dan tumbak. Dari situ si kakek tua bertanya padaku "Ngger kakekanmu tak takon marang sliramu, pusakane wujud ono kabeh sak iki manungsane ono ing ngendi ?” ("Nak kakekmu bertanya padamu, pusakanya semua ada sekarang orangnya ada di mana ?”), seketika aku menjwab "Bapak sejati ingkang kula upadi sampun pinanggih wonten ing ngriki eyang" ("Bapak sejati yang aku cari sudah ketemu di sini”). Eyang menyahut "bagus jeneng sira ora perlu tumuli ono ing Blitar iku kabeh kosong ora ono apa-apa".Ketika anak itu. diam sejenak dan merenung dari lelaki ajudan nenek tua tadi yang mengikuti perjalanan berkata "Ngger kakek bade perlu dumateng panjenengan wonten ing bilik punika" (Nak kakek mau ada kepentingan sama kamu di dalam bilik ini”), orang tersebut sambil mengacungkan tangan menunjuk tempat tersebut dan aku langsung menuju tempat itu sendirian, di dalam aku hanya menunduk akan ada apakah dengan kakek itu dan apakah yang akan terjadi ?. Ketika di tanya dengan suara yang agak seram dan membahana ''Angger katrima tekamu ya jeneng sira putraku" (Nak kuterima kedatanganmu ya kamu adalah anakku), terlenalah aku dan kaget ternyata apa yang kulihat adalah wujud sesungguhnya dari jasad Bung Karno berpakaian serba putih dan berpeci sungguh sapaannya sangat lembut dan berwibawa dari situ aku merasa apakah ini didalam alam impian, sambil aku mencubit tanganku ternyata terasa dan sadar bahwa ini aku berhadapan dengan orang yang selalu kucari-cari. Akhirnya wujud Bung Karno ada dihadapanku, beliau berkata "Ngger jeneng aku kautus hangaturke pusaka iki kanggo jeneng sira, iki pusaka wujud cundrik pleret emas aran Kyai Jalak Sangu Tumpeng  Cundhuk Kembang Melati Sari Sumping Senjata Cakra saka Eyang Badranaya wus katunggu 40 dina ana ing Gumwg Sapta Arga, cumlorote pusaka iki bebarengan swarane gamelan Lokananta kang kairing para Dewa, mula den enggal jeneng sira tampa" ("Nak aku didaulat untuk menyampaikan pusaka untukmu, ini pusaka berwujud keris kecil bercorak emas namanya Kyai Jalak Sangu Tumpeng Cundhuk Kembang Melati Sari Sumping Senjata Cakra dari kakek Badranaya sudah kutunggu 40 hari di Gunung Sapta Arga, jatuhnya pusaka ini bersamaan dengan suara gamelan lokananta yang dikawal para dewa, maka segera terimalah”), tepat pukul 09.45 WIB pusaka tersebut aku terima dan beliau wujud Bung Karno berkata "ing sakmengko wektu neptu dina lahirmu jeneng sira tumeka mangkene bakal aku paringi asma" (nanti di waktu hari kelahiranmu kamu datang kesini bakal beri nama”), segera kujawab "nuwum inggih eyang Kusno" ("siap kakek Kusno”)  selanjutnya beliau berkata "jeneng sira bisa kaya Soekarno iku gampang, ananging godamu wanita" (kamu bisa seperti Soekarno itu hal yang mudah, tetapi godaanmu wanita. "Titi wanci ing sakmengko jeneng sira ono ing ngarep aku ono ing burimu" (nanti kelak kamu ada didepan sedang aku (kakek) ada dibelakangmu) entahlah apa yang dimaksud dari perkataan demikian !. Beliau berkata lagi "Angger sak bubarmu saka kene sira age-age enggal sujud  marang loro-lorone wong atuwamu banjur kok basuh jempol sikil Bapa Ibumu banjur kaombe sliramu", ("Nak setelah dari sini kamu segera bersujud pada kedua orang tuamu terus basuhlan kedua kakinya kemudian air basuhan minumlah’), beliaupun cerita banyak tentang perjalanan Soekarno hingga dikatakan meninggal oleh orang banyak ternyata tidak terlalu jauh dari cerita yang disampikan oleh kakek tua Wagini tersebut. Yang sungguh menjadi heranku mengapa beliau tak mau "ngrasani” dan menjelak-jelekan orang lain padahal sejarah beliau dianggap hitam oleh orang lain, sungguh engkau mulia Eyang Kusno. Tak terasa pertemuan dengan beliau sangat menjadikan trenyuh bathin ini hingga dikala beliau bercerita tentang pertemuannya dengan putri Jepang beliau berkata dengan bahasa Jepang ada pula saat cerita di kala memimpin Konferensi Asia Afrika di Bandung bahasa Inggrispun sangat fasihnya. Beliaupun bicara masalah ilmu yang sangat dalam untuk dapat berubah wujud lebih dari satu dan ilmu agar dapat berbahasa manapun dan berpidato tanpa teks ini tidak lain hanya lewat "Ilmu Suksma Pangandikan" dan " Tulis Tanpa Papan”. Hampir satu jam aku di dalam bilik tersebut akhirnya pertemuan dianggap cukup dan dipersilahkan keluar, sungguh aku sangat kaget ketika dari luar mata ini terbelalak memandang ke dalam bilik ternyata pemandangan yang ku lihat lain, dari bilik itu keluar seorang kakek tua tidak lain si Eyang Wagini tersebut, dalam benak bertanya kemanakah Bung Karno tersebut suatu teka-teki yang mesti harus terjawab dan siapakah sebenarnya Eyang Wagini tersebut, hanya dengan keyakinan dan alam bawah sadar memasuki alam metafisika pasti akan terjawab misteri yang selama ini belum terpecahkan oleh semua paranormal seantero nusantara yang semuanya telah mengakui keberadaanya  di alam maya sesuai sudut pandang masing-masing, namun apakah mereka sudah menemukan ? Allahualam

Tatkala waktu hampir jam 11.00 WIB aku di ajak makan bersama oleh kakek tersebut hingga usai terus di suruh untuk melanjutkan perjalanan dan tak lupa kakek tersebut berkata "Angger aja lali sesuk anyedaki wektu lahirmu jeneng sira enggal tumeka rene bebarengan sedulurmu pitu, wus enggal budal kang prayitna lan  ngaiti-ati". ("Nak jangan lupa besuk mendekati waktu kelahiranmu kamu segera datang kesini bersama tujuh saudaramu, sudahlah segera pergi waspada dan hati-hati”). Perjalanan pulang menuju rumah kutempuh  bersama sahabatku, kebetulan sahabatku turun di Klaten untuk nyekar pada orang tuanya sambili  menengok ibu, jadi aku pulang ke Purworejo sendirian. Aku turun di Terminal Umbulharja Yogyakarta mengambil titipan sepeda motor, sampai di daerah Gamping motor terasa berat sekali seperti ada yang memboceng bahkan hampir sampai jembatan kali Progo justru ban bagian belakang gembes hingga aku sampai menambalkan ban ternyata tidak terjadi kebocoran, kemudian jalan kembali namun masih terasa motor sungguh berat sekali untuk diajak lari kemudian aku teringat bahwa ada pusaka dari Eyang Kusno yang dibawa aku berfikir barang kali ini penyebabnya sambil diam dan mengigau aku bicara bagai orang gila "Mbok ojo ganggu disik marang aku" ("janganlah mengganggu dulu pada aku”) seketika itu laju motor betapa enteng sekali. Sampai dirumah pukul 19.00 WIB di sambut oleh orang tuaku beserta adikku, setelah usai mandi, makan kemudian aku bilang pada orang tuaku "Pak aku diutus marang Eyang Kusno supaya sungkem lan ngumbah jempol suku Bapak kalawan Ibu terus banyu kudu kaombe" (Pak aku disuruh Kakek Kusno supaya sujud dan membasuh jempol kaki bapak dan ibu selanjutnya air harus diminum). Peristiwa itupun terlaksana dengan linangan air mata bapak & ibu menyaksikan aku begitu tulusnya mengungkapkan segala penyesalan saat ini hingga semua dosaku pada orang tua saat itu telah dimaafkan oleh kedua orang tuaku dengan kesaksian Alloh.

Hari bergelayut senja dan tirani malam datang, awal malam pertama aku jalani tatkala setelah sekian waktu melanglang dan menemukan orang-orang misterius terjadilah malam itu segerombolan makluk aneh menyerang aku ingin meminta Pusaka dari Eyang Bung Petung, perdebatan dan perkelahianpun terjadi hingga hancurlah mereka. Hampir setiap malam datang utusan yang berwujud makluk yang mengerikan semua itu ternyata utusan Ibu Ratu Mas Segara Kidul untuk merebut "Pusaka Kyai Jalak Sangu Tumpeng Cundhuk Kembang Melati Sari Sumping Senjata Cakra" di malam ketujuh ternyata sungguh berat sekali hampir aku hancur luluh terkena injakan kaki raksasa berambut geni, namun ternyata aku diselamatkan oleh sosok Semar Badranaya yang begitu besarnya bagai gunung anakan. Dalam pertolongan itu Semar Badranaya memberikan wejangan "Angger jeneng sira kadadah dening alam supaya jeneng sira tangguh lan tanggon dadi wujuding satria tanah jawa, jeneng ingsun nderek panjenengan Satria" (‘Nak kamu ditempa oleh alam supaya kamu menjadi tangguh dan tanggon bisa menjadi satria tanah jawa, aku (semar) ikut satria). (beliau / semar menyebut aku sebagai satria),  terlenalah aku hingga dapat bangkit kembali dan misteri ini semakin nyata mengapa Badranaya mengikuti langkahku, apakah beliau ngemong ?. Allahualam, ternyata hampir setiap aku bersujud hingga merenung di kejauhan malam tak pernah Iuput sudah pasti Sang Badranaya selalu menyertai bahkan setiap kemana pergi selalu mendampingi langkahku. Disaat hari kelahiranku senin pon aku bersama kedua orang tuaku beserta  7 (tujuh) saudaraku datang ke Kediri menuju rumah Eyang Bung Petung. Malam menjelang acara selamatan pemberian nama sejati semua hadirin sangat antusias mendengarkan wejangan dari Kakek Bung Petung sampai acara saat pengalungan bunga tanda pemberian nama sejati pada aku betapa sungguh kaget mengapa Kakek Bung Petung memberi nama sama persis dengan Kakek berjubah putih pada masa lalu yang akhirnya diketahui sebagai Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya, nama tersebut tidak lain adalah "Satria Langlang Jagad / Satria Puth” yang maknanya sudah diterangkan di depan. Mengapa misteri ini terjadi dan ada hubungan apakah antara kakek berjubah putih dan Kakek Bung Petung hingga memberi nama sama, siapakah sebenarya mereka itu ?.

Ketika telah pulang dari upacara gelar asma pada kakek Bung Petung di Kediri, di Purworejo aku disambut oleh kekasihku (Lenny) dan bercerita tentang kejadian aneh lewat alam bawah sadar di malam ketika aku berada di Padepokan Gambang Kediri tempat Kakek Bung Petung, dalam ceritera tersebut dikisahkan sbb :

Ketika kekasihku (Natalia Lenny Lindawati) berada di rumah didatangi oleh seorang wanita cantik bermahkota baju hijau pupus daun berselempang selendang warna gadung melati tidak lain adalah Ibu Ratu Mas Segara Kidul, kekasihku dibawa pergi oleh Ibu Ratu Mas Segara Kidul  dan disekap disuatu kamar, di kamar itulah kekasihku dirias ala seorang colon penganten sungguh kekasihku tersebut sangat sedih dan menangis hingga dengan pertolongan dua bocah bajang, kekasihku tersebut dapat lolos dari sekapan Ibu Ratu Mas  Segara Kidul. Kekasihku tersebut dibawa lari oleh dua bocah bajang tersebut menuju sebuah Singgasana Tahta seperti Pendopo Agung, dan Ibu Ratu Mas Segara Kidul beserta bala tentaranya mengejar, saat mendekati dampar "Singgasana Raja” kekasihku tersebut melihat ada seorang lelaki muda tampan gagah perkasa berpakaian raja duduk pada dampar tersebut, sehingga kekasihku tersebut kagum dan terheran-heran mengapa ada seorang Pangeran muda sangat tampan memandang dengan sorot yang luar biasa dan kekasihku mendekat, namun apa yang terjadi sungguh diluar jangkauan akal manusia, ternyata yang berada didampar tidak lain adalah wujudku tidak lain ya "aku” yang telah mempunyai gelar nama "Satria Langlang Jagad” dan kekasihku bersujud di hadapan sang raja tadi. Dari kejauhan telihat Ibu Ratu Mas Segara Kidul beserta pengawal dan bala tentaranya menuju pasowanan agung untuk mencari si gadis yang telah ditawan tidak lain adalah kekasih Satria Langlang Jagad, di situlah ketika  Ibu Ratu Mas Segara Kidul melihat siapa yang duduk di Singgasana tidak lain Satria Langlang Jagad akhirnya beliau lari terbirit-birit sehigga pengawal dan bala tentaranya bubar berantakan. Disitulah si cewek centil juga kekasihku bercerita dalam alam impian yang telah dilaluinya, akupun menghela nafas panjang ... yach !!!, mengapa justru kekasihku sendiri yang akan menjadi korban dari Ibu Ratu Mas Segara Kidul. apakah yang diinginkan beliau terhadap Satria Langlang Jagad dan mengapa yang duduk di Singgasana ternyata "Surya Uriping Titah Ingkang Yekti Ono Negara Owah" (.........),siapa dia sesungguhnya ?.

 Berselang waktu seminggu aku bertandang  ke rumah kakak, dia seorang perempuan yang telah di karunia dua orang anak putri semua, baru saja dia menderita sakit, selama sakit dia sering didatangi ular buntung hitam yang selalu mengejar-ngejar, aku diam sejenak dan menemukan bahwa kakakku sakit bukan sakit biasa dia ada gangguan Jin dari Segara Kidul, ternyata benar dengan pengobatan lewat segelas air putih yang telah kukasih mantra dan kekuatan sehingga kakakku mulai bangkit dari rasa sakitnya.  
 Esok harinya aku ketemu teman bercerita dalam alam mimpinya tentang kesaksian bahwa kakakku diseret oleh seekor ular besar ke arah Pantai Congot, namun saat  kakakku akan diceburkan ke laut melihat aku datang memberikan pertolongan melawan ular tersebut sehingga kakakku tersebut selamat dari maut, yah ... inilah gangguan yang selalu. menghantaui aku, apa dan mengapa orang-orang terdekat denganku selalu diincar dan diancam bakkan disandera oleh Ibu Ratu Mas Segara Kidul ?. Ada apakah semua ini ?. Apakah yang beliau kehendaki dariku atas semua kejadian ini ?.
Views: 9357 | Added by: satriaputih212 | Rating: 2.0/20
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Calendar
«  January 2009  »
SuMoTuWeThFrSa
    123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
Entries archive
Site friends
  • Create a free website
  • Online Desktop
  • Free Online Games
  • Video Tutorials
  • All HTML Tags
  • Browser Kits
  • Statistics

    Total online: 1
    Guests: 1
    Users: 0