Main » 2009 » January » 24 » Misteri Satria Langlang Jagad [ Dharmaning Kasatria Menuntut Turunnya Wahyu Tanah Jawa 1 ]
8:10 AM
Misteri Satria Langlang Jagad [ Dharmaning Kasatria Menuntut Turunnya Wahyu Tanah Jawa 1 ]
DAHRMANING
KASATRIA MEMUNTUT TURUNNYA WAHYU TANAH JAWA
Berjalan dari kodrat Tuhan Yang Maha Esa, Alam sudah pasti "Cakra Manggilingan” bagaikan roda
kehidupan yang berputar sesuai dengan sistemnya. Ketika kodrat berjalan sesuai
dengan aturannya, satria menerima perintah suci di dalam sembah sujud dan
semadinya kepada Tuhan Yang Maha Esa, rasa menyatu yang tertuang pada "Manunggaling Kawula Lan Gusti”
berkelabatlah sesosok bayangan hitam sebesar gunung anakan ternyata Syang Hyang
Batara Ismaya atau sinebut Ki Semar Badranaya juga Ki Ageng Paku Alam sebagai
pengasuh satria dan beliau bersabda "Angger
Satria Langlang Jagad jeneng sira ing sakmengko tumuli purugana wahyuning
tanaha jawa kang bakal tumiba ing dina Anggara Kasih, ing kono jeneng sira
angger sowan lan matur minangka dutaning Ismaya marak marang Pangeran Heru
Cakra Rama Semana ing Kuluk Mekutha Rama Padepokan Kalinongko” (Nak Satria
Langlang Jagad kamu nanti segera capailah wahyu tanah jawa yang bakal jatuh
pada hari selasa kliwon, di situ kamu datang dan berkata jika kamu utusannya
Ismaya menghadap Pangeran Heru Cakra Rama Semana di Kuluk Mekutha Rama
Padepokan Kalinongko), dengan
bergetarnya hati satria memenuhi perintah suci menghadang malam menatap keheningan
kilat dan hujan bertebaran. Langkah Satria diikuti oleh sembilan pengiring yang
begitu setia mendampingi perjalanan "Dharmaning
Satria Tanah Jawa”. Semakin deras suasana malam yang mencekam, mendung
begitu bergelayut halilintar raja alam mendepak malam, tatkala lenggangnya
suasana temaram angin berbisik sepoi berlahan, terdengarlah gemerincing
disertai deru derap kaki kuda yang semakin lama semakin mendekat dan jelas
ternyata Ibu Ratu Mas Segara Kidul datang dengan kelebat senyum berbusana hijau
pupus daun selempang sinjang dadung melati bermahkota ke-emasan disertai
pengiring dua putri cantik dan beliau bersabdalah ”Angger satria gedhe tekad labuh labutmu marang bangsa, iki tungkanen
wahyu tanah jawa bakal tumiba tabuh telu tanda-nira, bakal Ibu tunggu jejerira”
(Nak satria besar pengabdianmu pada bangsa, ini lacaklah wahyu tanah jawa bakal
jatuh saat pukul tiga, ibu bakal tunggu sacedakmu) . Dengan tersirapnya angin
dan hujan terpancar sinar kuning kemilau datang dari timur dan bersemayam di
atas rerimbunan rumpun bambu dan bergerak merangkak cumlorot jatuh pada
pangkuan satria "Gemebyar” disertai
suara aneh bagai guntur meledak dan menggetarkan pertapaan hingga getaran itu
sampai pengikut satria terlempar, suasanapun menjadi lengang satria berucap
pada benak "dhuh Gusti kanugrahan ingkang
tanpa upami dawah wahyu tanah jawi, satria sumadiya angrantu lampah kodrat ing
alam ambabar wangsuling bumi tanah jawi” (dhuh Gusti keberuntungan besar
wahyu tanah jawa tiba, satria bersedia menunggu perintah kodrat di alam untuk
menuntut kembalinya tanah jawa). Kemudian terdengarlah sabda Pangeran Heru
Cakra Rama Semana "Angger satria engal
jengkar tumuli perpeg-ana padepokan-nira” (Nak satria segera pulang menuju
padepokanmu”), dengan langkah gontai satria beserta sembilan pengiring yang
begitu lelahnya mengahadapi malam yang mencekam menuju Padepokan Kasatrian Garuda
Cakra di lereng Menoreh.
Hari bergelayut berganti siang tatkala sang bagaskara melanglang buana
mengawali kehiduan manusia di alam jagat raya, anginpun semilir disertai
terpaan awan menggumpal bagai gumpalan gelombang samudra pantai selatan dan
bersigapalah dikeheningan malam Satria menerima hadirnya Syang Hyang Wenang dan
bersabdalah "Angger Satria jeneng sira
lumaksana perpeg-ana sendang Tirta Madu Ganda ing ari Tumpak Manis, tungkanen
Wisnu Murti aning pertapan Mayangkara purug-iro” (Nak satria kamu segera
berjalan menuju sumur Tirta Madu Ganda di hari Sabtu Legi, temuilah Wisnu Murti
di Pertapaan Mayangkara arahnya), perjalanan ditengah teriknya mentari satria
berkelebat dengan Ki Salyo Utomo sahabat satria di padepokan Kasatrian Garuda
Cakra di Lereng Menoreh. Senja bergelaut terang tirani menerangi alam pertapan Sendang
Tirto Madu Ganda atau Sendang Tirta Kamandanu, berkelabatlah sesosok naga hijau
besar dan menakutkan, namun tatapan dan sorot matanya meyejukkan sebagai titahing jawata (makluk Tuhan), naga
tersebut dapat tata jalma (berbicara
layaknya manusia), beliau tidak lain adalah " Sang Naga Raja” maka beliau
bersabdalah "Heh-heh…. sssst-ssst kok-kok
… Angger satria pancen jeneng sira satria pilihaning jagad sira bisa lumebu lan
mangerteniwisiking Jawata Agung, iki
wahyu tanah Jawa bakal tumiba, satria den wedarna ana jejer satria ing titi
wanci tumiba kang waskita mangerteni wadining jagad, kamangka satria kang
rinengga donya pada kalimput lan lena ing gebyaring kadonyan. Jeneng sira kulup
. . . satria jagoning dewa” (Heh-heh … sssst-sssst …kok-kok, nak satria
memang kamu satria pilihan alam, kamu bisa masuk dan mengerti rahasia Tuhan
YME, ini wahyu tanah jawa bakal jatuh, satria bukalah mata hatimu, ada sosok
satria yang saat ini awas dan tahu rahasia alam, padahal satria yang dinaungi
keduniaan pada terlena oleh ramainya kehidupan dunia. Kamu nak … satria jagonya
dewa”). Tak jauh dari situ kulihat seorang pertapa yang sudah renta beliau
menatap dan menghampiri satria beliau ternyata Ki Ageng Giring yang tahu akan
kedatangan satria dan beliau menghadang dan bercerita bahwa dua malam yang lalu
beliau dihampiri oleh Ibu Ratu Mas segara Kidul mengiring "Pusaka Tumbaling Tanah Jawa” berwujud panah cakra dan Keris Dapur
Pendawa Lima di saat hari Jum’at Kliwon bertepatan dengan perjalanan Satria
menyambut turunnya "Pangeran Heru Cakra” sebagai Satria Piningit yang kelak
bakal memimpin dunia. Di antara Satria dan Ki Ageng Giring bercakap, terdengarlah
sabda Sang Naga Raja mengisahkan Ibu Ratu Mas Segara Kidul yang saat sekarang
sedang berkuasa atas wahyu tanah jawa dan kini mestinya wahyu tersebut harus
sudah bergeser pada Kawula Gusti yang lain karena adanya unsur yang tidak
bijaksana dan masih adanya milik dari kelompok Ibu Ratu Mas Segara Kidul yang
menginginkan wahyu tersebut harus jatuh pada putra Mahkota segara Kidul yaitu "Pangeran Rangga”. Namun para Jawata
Agung sebenarnya tidak berkehendak atas persepsi Ibu Ratu Mas Segara Kidul,
maka diutuslah Satria Langlang Jagad untuk menunutut wahyu tersebut, Sebenarnya
Ibu Ratu Mas Segara Kidul sangat mulia hatinya namun karena desakan para
pengikutnya sendiri maka luluhlah beliau. Sang Naga Raja berlanjut dalam
sabdanya "Angger satria dene jejering
ratu tanah jawa kudu memitran lan sih-sinisihan kalawan Ibu Ratu Mas Segara
Kidul, minongko panjelmaning Ibu kowo kang kamongko ing titi wanci iki sang
panguwasa wahyu tanah jawa iku Ibu Ratu Mas Segara Kidul” (Nak satria bahwa
ratu tanah jawa harus bersahabat dan saling mengasihi dengan Ibu Ratu Mas
Segara Kidul, sebagai penjelmaan Ibu Hawa yang sekarang mengusai wahyu tanah jawa
itu adalah Ibu Ratu Mas Segara Kidul).
Dikala waktu bergelayut memantau malam, satria bersandar pada
balai-balai pertapan Tirto Madu Ganda dan datanglah wujud raksasa kecil tinggi
panjang rambutnya berbuat onar bikin keributan, menjadikan para pertapa
ketakutan dan bergejolaklah darah muda satria dan bangkitlah untuk melawan,
namun Sang Naga Raja tahu akan gejolak satria dan baliau bersabda "Angger Satria jeneng sira kudu bisa
ngendaleni hawa nafsu amarah-ira, iki jeneng cakil aran-ira sapa to satria lumebu
alas bakal pinasti ginanggu raseksa, jeneng iku satria lumaku marang dalan
kautaman kudu bisa anyingkir-ake angkara murka kang mandireng ing budi”
(Nak satria kamu harus bisa mengendalikan hawa nafsu kemarahanmu, ini cakil
(nama raksasa),satria yang masuk hutan
pasti bakal diganggu raksasa, itu namanya satria yang berjalan dijalan yang
benar harus bisa menyingkirkan angkara murka yang terselubung di hatinya).
Semerbak harumnya kembang melati sari tatkala satria lamunkan angan menggapai
alam, datanglah putri cantik dari Kanjeng
Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya bernama Br.Ay. Sekar Pamulatsih
dengan tangis karena rindunya pada satria mohon untuk andon katresnan
disaksikan Sang Naga Raja yang kemudian berkelebat menyisih. Dengan haru campur
rindu Br.Ay. Sekar Pamulatsih pulang kekaputren untuk bersemayam dan satria
ditemui oleh Eyang Putri Sri Gati sebagai penasehat Kanjeng Sinuwun Prabu Sri
Aji Jangka Jayabaya, beliau bersabda ”Angger
satria wanci tabuh loro bakal ana kanugrahan kanggo jeneng-ira, sowan lan marak
ing pangarsaning Kanjeng Sinuwun Prabu Sri Aji Jangka Jayabaya” (Nak satria
saat jam dua bakal ada keberuntungan buat kamu, datanglah pada Kanjeng Sinuwun Prabu
Sri Aji Jangka Jayabaya).Waktupun bergelayut merangkak memenuhi saat tiba dan satria
menghadap dan disertai Ki Ageng Giring dan Ki Salyo Utama serta Sang Naga Raja.
Mengalun harumnya semerbak bunga kantil disertai alulunan gebyar surya,
anginpun merintih lirih membisikan alunan nada serasa dingin mencekam
menghantui perasaan sisertai bunyi keanehan binatang malam. Kanjeng Sinuwun Prabu
Sri Aji Jangka Jayabaya hadir dan bersabdalah "Angger satria, iki jejer "Satria Piningit” wijil 4 prakara kang asifat;
banyu, angin, lemah, lan surya bakal manjing angga-ira sumadiya den sira tampa”
(Nak satria, ini wujud "Satria Piningit” ada empat perkara yang masih bersifat
air, udara, tanah, dan sinar/api bakal masuk ragamu bersedialah kamu terima) dan
berkelebatlah dua satria kembar bagus nan rupawan tersirap pantulan sinar
kuning sak sada lanang (lidi tunggal)
masuk pada tenggorokan. Dengan pengiring kidung pangruwatan dari Ki Ageng
Giring tembang dandanggula dan disaksikan hadirnya Syang Hyang Wenang, suasana
begitu haru dan hening satriapun serasa menelan sesuatu yang amat besarnya
sampai mata melirik keringat bercucuran, itulah dzating"Satria Piningit” telah menyatu dengan jiwa dan raga satria.
Ketika kidung dandanggula usai dialunkan, Syang Hyang Wenang bersabda "Angger satria jeneng sira kang bakal mengku
panguasa sowan marak ono ing pangarsaku minangka titising wisnu tumrap kanggo
gugat marang kahanan bangsa lan nagara, salumahing bawana langgeng wicaksana
den singkirna angkara murka, lan iki minangka pertanda jeneng sira satria sun
wedar ngelmi sejati sampurnaning urip kasampurnan tataran 3 (telu), Angger
satria jejer jeneng sira kang bakal kuasa ambabar baline wahyu tanah jawa, iki
tugas abot mulo den sampurna kanthi ngelmu iki” (Nak satria kamu bakal
memangku penguasa datanglah padaku sebagai keturunan wisnu untuk menggugat pada
bangsa dan negara seluruh dunia langgeng bijaksana dan singkirkan angkara
murka, dan ini sebagai pertanda kamu, "AKU” ajarkan ilmu sejati untuk
kesempurnaan hidup tingkat tiga, Nak satria kamu yang bakal berkuasa
mengembalikan wahyu tanah jawa, ini tugas berat maka semprnakanlah ilmu itu).
Dengan perjalanan hidup di dunia sabda Tuhan selalu meyertai lewat utusan-utusannya
dalam kelelapan tengah malam dan purnamapun berarak mengiringi perginya satria
beserta Ki Ageng Giring dan Ki Salyo Utama serta Naga Raja, dalam perjalanan Ki
Ageng Giring bersabda "Angger yen jeneng
sira bakal mangerteni sejatining satria piningit iku rinengga Syang Hyang
Ontoboga, kang ing sak mengko bakal andunung jejer Ratu Kembar ajejuluk‘Pangeran Heru Cakra’ angasta pusaraning
praja kinanten Jas Dongker Kuluk Mekutarama Payung Sleret Tunggul Naga, nagari
sami titi tata tentrem gemah ripah loh jinawi adil tata tur raharja langgeng
wicaksana amayunging jagad raya kanthi asesandi "Hamemayu Hayuning Bawana”.
Kraton bakal jumejer ono pinggiring kali purug wetan aranira Brantas ing kutha
Kediri lan ing kulon aran pinggiring Kali Progo ing bumi ngayogyakarta
kembaran-ira, lelorone podho mong kinemongan mbangun brayat marang nusa lan
bangsa saklumahing bawana langgeng, adil paramarta jalaran sinebut ing jaman
sak mangke Daha-Kediri manunggal jumedul Ngayogyakarta-Solo nyawiji kondur dateng asal neki wahyu
Mataram / Mentaok ya Wahyu Tanah Jawa" (Nak kamu bakal tahu sejatinya
satria piningit itu dinaungi Syang Hyang Onto Boga yang kelak bakal bertahta sebagai
Ratu Kembar dengan gelar ‘Pangeran Heru Cakra’ yang memegang pusat pemerintahan
dengan simbolJas Dongker Kuluk
Mekutarama Payung Seret Tunggul Naga, negara bakal damai sejahtera bijaksana
dan tertata rapi selamanya sehingga mengayomi seatero dunia dengan sandi
"Hamemayu Hayuning Bawana” Kerajaan bakal berdiri di sebelah timur Kali Brantas
di kota Kediri dan di barat dipinggir Kali Progo di bumi Yogyakarta sebagai
kembarannya, keduanya saling asah asih dan asuh membangun bangsa dan negara di
seantero dunia selamanya dengan adil bijaksana di jaman nanti disebut
Daha-Kediri manunggal berdiri Yogyakarta-Solo bersatu kembali ke jaman dahulu
yaitu wahyu Mataram / Mentaok ya wahyu tanah jawa kembali). Wejangan dari sabda
tersebut disaksikan turunnya hujan sebagai pertanda Tuhan membenarkan sabda
tersebut (Allahuallam).
Pelangi pagi menyongsong mentari di ufuk timur. Mentari merayap merajut
hari-hari esok dan teranglah suasana kehidupan hiruk pikuknya suasana dan
terlenalah satria pada saat untuk melangkahkan kaki menuju Padepokan Kasatrian
Garuda Cakra di Lereng Menoreh.
Dalam
kelelapan tidur melanglang ke alam sana datanglah Eyang Ismaya dan bersabdalah
"Angger satria, tutug-e laku lampah-ira
den tunggan-ana gisiking Begawan Bogowonto patang puluh dino, tungkanen Wahyu Cakraningrat
kanggo ambabar baline bumi tanah jawi kang nyawiji”. (Nak satria,
selesaikanlah tugasmu untuk menunggu Bengawan Bogowonto empat puluh hari,
songsonglah Wahyu Cakraningrat untuk
membuka tabir kembalinya bumi tanah jawa yang menyatu). Maka waktupun berjalan
dan malampun tiba, satria telusuri jalan malam menghampiri Bengawan Bogowonto.
Suasana begitu lenggang dan terang purnama, satria disertai lima pengiring yang begitu setia mengiringi
langkah satria menentang menengadah pada alam mengadu pada yang kuasa.
Suasanapun lenggang purnama menatap satria berselempang selembar kain putih,
serban putih tersentuh angin betapa dinginnya malam ini dan suara alam
menggema, satria-pun menengadah dengan mantera-mantera maka datanglah pengasuh
satria yaitu Eyang Ismaya, Rama Sunan Kali Jaga dan Eyang Naga Raja (seekor
naga hijau bermahkota) yang mengelilingi pertapaan satria. Tatkala angin
mengalun lembut debur ombak Bengawan Bogowonto menggema terlihat berarak-arakan
barisan berkuda mengelilingi pertapaan menggugah satria dan beraksi menentang
satria untuk pergi meninggalkan pertapaan ini, ternyata gerombolan dari suatu
padepokan gaib "Sikidang”disebalah barat satria berlaga mengadu pada
alam, mereka datang tersebutlah pendekar gagah perkasa serba hitam menantang,
memaki-maki dan menghina satria dengan kata- kata kotor. "Hai satria bagus…
kata pendekar itu siapakah namamu, dari mana asalmu dan apa tujuanmu mengusik
wilayahku tanpa seijin pimpinanku, …. Minggat cepaaaat”. Satria sambut dengan
lemah lembut pertanyaan pendekar itu. Hai pendekar gagah perkasa namaku Satria
Langlang Jagad dari Padepokan Garuda Cakra di Lereng Menoreh, tujuanku menanti
turunnya Wahyu Cakraningrat atas perintah Eyang Ismaya, Satria adalah putra Rama Sunan Kalijaga dan diasuh oleh Naga Raja.
Kalau engkau tidak terima wahai pendekar apa maumu, dia semakin beringas dan
marah "hai pendekar sebelum kita bertanding siapakah namamu” … aku Ki Onggopati
senopati Padepokan Si Kidang dan dia semakin galak dan memaksa satria supaya meninggalkan
pertapaan, namun satria tetap dengan tekad yang sulit untuk ditaklukan walau
dengan cara apapun. Kalau engkau pendekar pilih tanding lawanlah aku, akhirnya
terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat saling adu kekuatan namun pendekar
sulit sekali untuk dapat menandingini satria karena pendekar Ki Onggopati
tersebut tidak dapat menjamah bahkan masuk tempat pertapaan satria, semua ini
karena lingkaran Garuda Cakralah yang menjaga kekuatan manapun yang akan
mengganggu satria beserta pengikutnya, sampai onggopati kehabisan tenaga dan
terlemparlah jatuh sujud mohon maaf pada satria. Pendekar Ki Onggopati
dimaafkan dan satria bilang ”sampaikan salamku pada Ratu Gustimu kalau engkau
belum merasa puas segeralah prajuritmu bawa ke sini, kalau kau masih mengganggu
awas kan ku
hancurkan” Ki Onggopati sujud dengan takutnya dan berkata sendika dawuh satria.
Tidak lama setelah kepergian Onggopati ternyata benar-benar datang seorang
wanita cantik berperangai lemah lembut. gemulai, dia tersenyum memandang dan
mendekati satria lalu memperkenlkan diri "Hai Satria Bagus pideksa kenalkanlah
namaku Endang Marlangen penguasa padepokan Si Kidang. Senopatiku telah engkau
kalahkan, namun aku kagum setelah melihatmu satria, aku cinta padamu dan aku
ingin mendampingi hidupmu …. Endang Marlangen merengek-rengek dan menangis
terbata-bata, satriapun jawab pertanyaan itu, namaku Satria Langlang Jagad dari
Padepokan Garuda Cakra di Lereng Menoreh, satria putra Rama Sunan Kalijaga,
keperluanku untuk mohon pada Dewata Yang Maha Agung akan turunnya Wahyu
Cakraningkrat atas perintah Eyang Ismaya sebagai pengasuh satria. Dengan
teguhnya satria pada Dharmaning kasatria untuk mengadakan penggodoganjagad pada Kawah Candradimuka gisik-ing
Bengawan Bagawanta sebagai maksud untuk neter kesetiaan, menempa kekuatan dan
menguji ketabahan menghadapi berbagai tantangan. Akhirnya Endang Marlangen
sadar dengan sendirinya dan pulanglah ke Padepokan Si Kidang dengan tangis yang
merana. Sesuatu tiada dikira sebelumnya, di sebelah selatan berkelebat bayangan
hitam menyerang dengan ganasnya, kekuatan Satria yang seketika muncul apabila
akan dibikin celaka dapat mematahkan kekuatan bayangan hitam tersebut jatuh
dengan "Aji Pangruat Sukma ” terkaparlah dia di depan Satria dan bersujud
simpuh, maaf angger aku Ki Onggolono penjaga regol sebelah bambu rimbun itu,
aku merasa terganggu adanya satria disini ternyata satria luar biasa bukan
tandinganku aku kalah sendika dawuh apa yang satria inginkan Ki Onggolono siap
membantu dengan segenap hati teruskan niat sucimu berlabuh untuk bangsa dan
negara. Dengan suara aneh suasana remang-remang pada percikan air kali, begitu
sepi lenggang dan terdengar arus yang begitu deras dan gelombang Bengawan
Bogowonto muncullah seekor Naga Hijau bermahkota ke-emasan. Beliau di sambut
satria dengan ucap "dhuh eyang Naga Raja,
sembah sujud satria mugi jeng andika tampi” (dhuh kakek Naga Raja, sembah
sujut satria semoga kau terima” dan beliau menjawab "Angger satria tatag-na ati lan bathinmu marang panggayuh suci, ojo wedi
marang goda, coba lan pepalang kang bakal dumadi, wis cukup angger enggal wedar
lan kondur marang padepokan Kasatrian Garuda Cakra ing Lereng Menoreh” (Nak
satria tabahkanlah hatimu pada cita-cita luhur dan suci, jangan takut pada
godaan, percobaan dan penghalang yang bakal terjadi, sudahlah cukup nak segera
bangun dan pulanglah ke padepokan Kasatrian Garuda Cakra di Lereng Menoreh).
Debur ombak kembali menggema, Sang Naga Raja berlalu dan satriapun beserta
penderek pulang dengan langkah gontai menuju alam patilaman (tempat tidur).
Langkahpun
berlalu hari berganti remang mengambang menjajagi malam yang begitu dingin dan
merayapnya suasana pekik hujan dengan semburat sinar merah berkiat-kilat
menyala menghantarkan jagad raya pada kesepian yang mencekam. Bengawan Bogowonto
dengan luapan emosi-nya mencurahkan air bah dengan derasnya. hanya dengan
berbekal selempang kain putih dan serban tanda kesucian satria berlaga neter
jiwa dan raga karena perintah Dewata Agung. Anginpun semilir menembus guyuran
hujan, suasana semakin reda namun dingin tiada kira, maka hadiriah Syang Hyang
Wenang menghampiri satria dengan nada rendah beliau bersabda "Angger satria panuwunmu marang Jawata kanggo
babaring lakon bumi lanah jawi nyawiji ulun tampa, ananging Wahyu Jas Dongker
Kuluk Mekutharama Payung Sleret Tunggul Naga durung titiwancine kabuka,kang bakal tumiba Wahyu Cakraningkrat kanggo
babaring lakon kahanan, mula jeneng sira angger satria utama bakal ulun wisuda
minangka satria sejati jagoning Dewa, jeneng sira kang darbe wenang anggugat
angkara murka kang sakmengkone sira bakal sinembah para kawula. Jejer sira kang
nduweni wahyuning Jawata, enggal jengkar lan kondur delengen pertanda gebyaring
Wahyu Cakraningkrat ono ing lereng gunung kana” (Nak satria permohonanmu
pada Tuhan Yang Maha Esatentang
sempurnanya tanah jawa bersatu AKUterima,
tetapi Wahyu Jas Dongker kuluk Mekutharama Payung Sleret Tunggul Naga belum
saatnya muncul, yang bakal turun Wahyu Cakraningrat sebagai penutup sempurnanya
perjalanan perintah, maka kamu nak satria utama bakal AKU wisuda sebagai satria
sejati pilihan Allah, kamu yang berwenang menggugat angkara murka yang
selanjutnya kamu akan dielu-elukan rakyat, kamu yang yang mempunyai wahyu-NYA
Allah, segera pergi pulang dan lihatlah kilat cahaya itu sebagai pertanda
kilatnya Wahyu Cakraningrat di lereng gunung sana).
Temyata dengan mata terbuka dan tangan manembah (menyembah) terlihat gebyar
sinar berkilat-kilat di atas Gunung Wangi. Dan terlenalah Kyai Badranaya, Rama
Sunan Kalijaga menegaskan "Angger
jeneng iku Wahyu kang bakal tumiba" (Nak itu yang namanya wahyu yang
kelak bakal turun), remang-remang terlihat kilatan butiran merah menyala-nyala
disertai onggokan batang memanjang datang disertai debur gelombang ombak
Bengawan Bogowonto ternyata se-ekor Naga menghadap dengan menengadah didepan satria,
sungguh asing bagi satria akan satu hal rupa naga ini dan segera disapa naga
tersebut "Wahai Naga kuning
ke-emasan bermahkota, siapakah namamu" beliau menjawab "Angger Satria wicaksana aja kaget jeneng
ulun kautus dening Syang Hyang Wenang sak-perlu ngembani jeneng sira, aranku
Syang Hyang Ontobaga, terusna lakumu lan perpeg- ana Wahyuning Jawata kang
sinebut Walyu Cakraningkrat, tatagna budi lan prasetyamu marang tugas suci kang
sira emban, oja duwe rasa wedi lan jirih ing kene Ulun tansah anganti sira, wus
enggal jugar lan kondur marang Padepokan-ira”. (Nak satria bijaksana jangan
kaget kamu, aku disuruh oleh Syang Hyang Wenang untuk mendampingimu, namaku
Syang Hyang Ontoboga, teruskan perjalannmu dan jemputlah Wahyu-NYA Allah yang
disebut Wahyu Cakraningrat, tabahkanlah dan setialah pada tugas suci yang kamu
sandang, jangan punya rasa takut dan ngeri, di sini AKU selalu mendampingimu,
sudahlah segera bangun dan pulang ke padepokanmu).
Langkahpun ku tapakkan pada segerombol semak jalan
setapak menuju Padepokan Garuda Cakra untuk menanti sabda gaib yang akan datang.
"apeparap pangeraning prang tan pokro anggoning nyandhang ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang sing padha nyembah reca ndhaplang, cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang" Berjuluk pangeran perang Berpakaian seadanya tapi bisa menyempurnakan lagi kristen menjadi kristen yang sempurna orang-orang buddhist sadar inilah yang jutaan tahun kelak akan lahirlagi sebagai Metteya Buddha Dari sikap takut menjadi berbondong-bondong menunggu perintah perang ratu adil
"tumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuh hiya siji iki kang bisa paring pituduh marang jarwane jangka kalaningsun" Air brajamusti mengalir kemana-mana ditubuhnya beginilah jika saya mengutus orang menjalankan ramalan saya
"pendhak Sura nguntapa kumara kang wus katon nembus dosane kadhepake ngarsaning sang kuasa isih timur kaceluk wong tuwa paringane Gatotkaca sayuta" tiba suro habis semua dosanya masih muda tapi seperti sudah tua hartanya banyak sekali
"nglurug tanpa bala yen menang tan ngasorake liyan hiya iku momongane kaki Sabdopalon sing wis adu wirang nanging kondhang" Menyerang orang ramai sendirian saja Saat menang tidak merendahkan musuhnya Itulah asuhannya Semar yang sudah diterpa masalah tapi akhirnya terkenal
___________________________________________
"Ratu adil iku kanjeng Nabi Isa putrane betara indra kang pembayun, jumeneng ratu pinandhita tunjung putih semune pundak semungsang, kasbut sultan herucakra. Akedaton ing tengah-tengahing bumi mataram, kadherekake Sabda Palon lan Naya Genggong." ("Ratu adil itu Nabi Isa, bernama satria pinandhita satria piningit, berjuluk sultan herucakra, putranya Yahweh/Odin/Zeus/Indra paling sulung. Tinggal di yogyakarta saat ini, didampingi Semar dan Narada. 'Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang sulung ke dunia, Ia berkata: 'Semua malaikat Yahweh harus menyembah Dia.' - Ibr 1:6 Injil") - Jayabaya
Kelahirankembali Wild Bill Hickock, Jesus (Caesarion/Ptolemy XV), Leonardo da Vinci, Solomon, Karna, Parikshit, Kian Santang, Damarwulan.
JUDUL 1:1. Inilah Wahyu Satria Piningit, yang dikaruniakan Allah pada Satria Piningit, supaya ditunjukkan pada hamba Satria Piningit apa yang segera terjadi. Dan oleh yang diutus-Nya, Satria Piningit telah menyatakan diri. 1:2 Al Kitab telah bersaksi tentang firman Allah dan kesaksian yang diberikan pada Satria Piningit, yaitu segala sesuatu yang telah dilihat. 1:3. Berbahagialah yang membaca dan yang mendengar kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktu sudah dekat. 1:4 Dari Al Kitab kepada semua jemaat yang ada. Kasih karunia dan damai sejahtera sertai kamu sekalian, dari yang ada dan yang sudah ada dan yang datang, dan yang ada di atas Takhta, 1:5 dan Satria Piningit, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang hidup dan yang berkuasa atas Raja ataupun pemimpin di bumi ini, yang mengasihi bumi dan yang telah melepaskan bumi dari bencana masa depan oleh hidupNya. 1:6 dan yang telah membuat bumi menjadi suatu kerajaan, menjadi imam atas bumi. Bagi Satria Piningit kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya.Amin. 1:7 Lihatlah, datang dengan kuasa dan setiap mata akan melihat, juga mereka yang telah menanti. Dan semua bangsa di bumi akan memuji, amin. 1:8 Satria Piningit adalah nyata dan maya, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang berkuasa. 1:9. Bumi dalam kesusahan bencana, dan dalam ketekunan menantikan Juru Selamat, yang berada di pulau bernama Jawa oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan pada Satria Piningit.