MASA PEMBERIAN ASMA SEJATI

Pada suatu ketika di hari Jum’at kliwon aku didatangi oleh seorang kakek berjubah putih, kakek tersebut bersabda "Angger jeneng sira enggal salin asma” (Nak kamu segera ganti nama) aku menjawab "Asma punapa ingkang kedah kula agem Eyang”, (nama siapa yang harus aku pakai kakek)  "Jeneng sira angagem asma Satria Langlang Jagad”.( kamu pakai nama Satria Langlang Jagad)  "Aduh eyang punapa pantes jeng andika angagem pusaka asma punika ?, mestinipun kedah trahing kasuma rembesing madu" (aduh kakek apa pantas aku pakai pusaka nama tersebut ? mestinya harus "trahnya Ratu” (keturunan Ratu)  kakek tua menjawab lagi "Wis to enggal salin asma”. (sudahlah segera ganti nama).

Dari peristiwa tersebut aku selalu termenung, apakah pantas bila aku menyandang gelar nama tersebut ?, namun kejadian lain yang sangat tidak masuk  di akal adalah,  mengapa orang-orang semakin banyak berduyun-duyun minta pertolonganku dari penyakit hingga masalah jodoh bahkan masalah keadaan negara. Inikah suatu akibat keanehan dari sinar sak sodo lanang ?. Kadang–kadang Kanjeng Sunan Kalijaga datang memberi  petunjuk cara menghadapi pertolongan bahkan sempat perintah "Angger sira enggal tumuli tapa ngrame, aja sira pamrih marang samu barang gawe, tansah lumaku marang dalan bebener lan dalan kautaman, tansah eling lan waspada”. ("Nak kamu segera bertapa dengan memberi pertolongan kepada siapa saja tanpa pilih kasih, selalu berjalan di jalan yang benar dan jalan utama kehidupan, selalu ingat dan waspada”).  Benar-benar perintah aku jalankan dengan sungguh-sungguh hingga bisa dikatakan naik gunung turun jurang aku jalani demi kemanusiaan, dari lelaku tapa ngrame itu akhirnya aku menemukan intisarinya hidup, ngelmu dan pribadi serta sejatining urip (hakekat hidup). Dari sarining ngelmu aku bisa berhubungan dengan alam gaib, tahu ngelmu "Sukma Pangandikan” bahkan pernah aku mencoba untuk mengerti dalam rangka mencari jati diri atau "Sejatining Ingsun” agar tidak keliru dalam sembah sujud dan berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa serta dalam pertanyaan "Yen mati sempurna iku kaya apa ?” (kalau mati sampurna itu seperti apa ?). Maka dengan jalan menuju Baitullah dengan sembah sukma mengajak Hyang Sukma Kawekas untuk menjuju pada satu titik sentral dengan menutup "babahan hawa sanga” (lubang sembilan yang terdiri dari : dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, satu lubang mulut, satu lubang kemaluan dan satu lubang dubur) selanjutnya melepaskan roh suci atau roh kawekas meninggalkan jasad badan ragawi, nyawa bersamaan dengan sopiah, mutmainah, amarah, aluamah, dan pengangen-angen. Apa yang tejadi saat  itu aku melihat kegelapan ternyata datanglah sinar terang benderang yang terpantul sinar putih memanjang bagaikan kain putih yang terlentang tanpa batas, disitu terdengar suara "Turuten dalan iku” (ikutilah jalan itu), lalu aku berjalan, pada titik persimpangan jalan sejenak aku diam dan terdengar suara "Turuten dalan kang arah tengen” (ikutilah jalan yang arah kanan), akupun berjalan kearah kanan, dari kejauhan terlihat rumah joglo serba putih dengan dua orang tinggi besar bersinar bahkan sinarnya mengalahkan bentuk aslinya, aku tanpa disapa langsung pintu rumah itu terbuka disitu apa yang di temukan "Gelombang lautan bunga beraneka warna” dan dari arah depanku terlihat sinar putih kebiru-biruan memancar dan terdengar suara "Ya iki kang sira karepake” (ya itu yang kamu kehendeki). Inikah yang dinamakan surga atau alam firdaus (Alahuallam akan kebenarannya).  Akhirnya aku bersujud dihadapan sinar dan memohon doa restu terus pamit, tak disangka perjalanan begitu cepatnya dan akupun terjaga dari sembah sujud dan semadiku.

Tepat setahun berlalu disaat hari Selasa Kliwon datanglah kembali kakek tua berjubah putih bersabda "Wis angger enggal jeneng sira salin asma” (sudahlan nak segera kamu berganti nama). Hal itupun tidak aku gubris hingga jatuhlah sakit yang sangat parah, setelah sekian lama baru orang tuaku sadar kalau anak ini benar-benar ada kekuatan gaib yang mendampinginya. Akhirnya tepat pada hari Jum’at Kliwon dengan selamatan kecil-kecilan disaksikan oleh sahabatku sebagai pengasuh silat dan disertai oleh seorang ustadz bersama kawan-kawan persilatan akhirnya terjadilah pergantian nama sejati, yaitu "SATRIA LANGLANG JAGAD” atau "SATRIA PUTIH” menurut keterangan kakek tua berjubah putih nama itu mengandung arti falsafah jawa dari huruf  depan sebagai berikut : "SATRIA LANGLANG JAGAD” iku werdine mangkene,  Sinar Allah Tumurun Rahmat Ingkang Agung Lajeng Ambekta Nugraha Gegayutan Lawan Alam Negara Gendra Jalma Alit Gawo Ademing Donya”. Banjur werdine "SATRIA PUTIH” mangkene, Sinar Allah Tumurun Rahmat Ingkang Agung Pratanda Ujuding Titah Ingkang Hamemanyu”. (artinya : rahasia nur / cahaya Tuhan yang turun membawa rakhmat / berkah yang besar lalu mendatangkan keberuntungan yang berhubungan dengan alam, negara kacau orang kecil membawa situasi dan kondisi menjadi tenang / kondusif. Kemudian artinya "SATRIA PUTIH” yaitu : rahasia nur / cahaya Tuhan yang turun membawa rakhmat / berkah yang besar pertanda wujudnya mahluk kecil yang mengayomi), makna ini mengandung falsafah yang sangat dalam yaitu dari penjabaran huruf harafiah nama "Satria Langlang Jagad dan Satria Putih” yang dicerna dalam filosofi jawa. Setelah pergantian nama benar-benar luar biasa aku semakin kuat dan pancaran sinar Illahi semakin nampak dan semakin banyak orang berdatangan untuk memohon berkah dan pertolongan dariku yang semakin mapan dalam laku dan pendekatan pada Allah. Semua tindakan dalam pertolongan ini dijalankan dengan cara dan laku yang tidak menyimpang dari aturan tata susila dan norma agama. Bahkan dari sembah raga sembah cipta, sembah rasa, dan sembah suksma tidak menyimpang dari jalan Allah ya hanya satu-satunya Allah yang wajib kita sembah.

Perjalanan demi perjalanan telah aku tempuh dengan pendamping Kanjeng Sunan Kalijaga kemana pergi selalu bersama, semakin banyak orang simpati dan menyayangiku karena semua dilakukan dengan iklas tanpa pamrih hanya saja karena demi pertolongan sebagai wujud "Dharmaning Kamanungsan”. Aku selalu tidak tega bila melihat penderitaan orang lain, maka apapun yang aku punya kalau perlu nyawapun kuberikan demi kebaikan dan penderitaan orang lain. Sudah berapa nyawa hampir melayang, karena kuasa Allah yang memang belum saatnya maka tertolonglah oleh kekuatan Tuhan lewat tanganku.