Welcome My Site
Login form
Main » 2009 » January » 24 » Misteri Satria langlang Jagad [ Dharmaning Kasatria Memuntut Turunnya Wahyu Tanah Jawa 2 ]
8:15 AM
Misteri Satria langlang Jagad [ Dharmaning Kasatria Memuntut Turunnya Wahyu Tanah Jawa 2 ]

Dan berlalulah saat bergayut menjauhi hari berlalu berganti nuansa, derap laju mendung berarak, terpaan angin mengguyur hujan berjatuhan membasahi persada dengan derap langkah kaki kuda bergayutan menghantaui sepi, long-longan anjing hutan mengusir keheningan. Disitulah Bengawan Bagawanto dengan berbagai keanehannya, terpancar cahaya dari arah selatan berkilat-kilat kuning kemilau memanjang bagai garis horison di cakrawala, temyata kereta Ibu Ratu Mas Segara Kidul datang mendekati satria dan bersabda "Angger satria bagus pideksa iki ibu paring cupu emas isi mutiara jeneng sira nderek ibu dak mulyakna uripmu" (Nak satria gagah perkasa ini ibu datang mau memberi gelas emas berisi mutiara, kamu ikut ibu akan dimulyakan hidupmu). Satria dengan lambaian tangan dan gelengan kepala berucap "Pangapunten ibu, satria lampah suci amerpegi wahyuning tanah jawi" (Mohon maaf ibu, satria menjalankan tugas suci menyongsong turunya wahyu tanah jawa), seketika itu juga Ibu Ratu Mas Segara Kidul tanpa pamit meninggalkan satria disertai suara gemuruh gelombang Bengawan Bogowonto yang menakutkan. Temyata air bah mengalir dengan derasnya. namun banjir tak singgah mendekati pertapan satria ''Inikah kehendak Allah" kata Satria dalam benak lamunanya, begitu tiupan angin beserta derasnya hujan dingin dan terguncanglah tubuh Satria beserta pengiringnya, malam ini betapa deras dan mencekamnya saat temaram berlalu hujanpun reda hadirlah Syang Hyang Giiri Nata disertai Syang Hyang Bayu Jagad, Batara Indra dan Batara Narada turun mendekati pertapan Satria, segera Satria dengar bisik Ki Badranaya "Angger satria gugaten marang Jawata supaya enggal paring pangadilan marang : (Nak satria gugatlah kepada Allah supaya segera memberi pengadilan kepada):

 1.    Para kawula pengembating praja kang nalisir saka dalan bebener (para pegawai/pejabat negara yang menyimpang dari jalan kebenaran).

 2.     Manungsa mawa "Cahya perak anggendani putra" mata siwer kang anjarah rayah bumi tanah jawa enggal singkir-na” (manusia yang berwajah "cahaya perak mengandung anak lelaki” mata rabun yang menjajah bumi tanah jawa segera singkirkan)   

 3.    Angkara murka enggal sirnak-na (Angkara murka segera singkirkan)

 

Semana uga kanggo babaring lakon tanah jawi nyawiji wis manunggaling Kawula Lan Gusti Wahyu Cakraningkrat kang bakal dumadi (Demikian juga untuk kesempurnaan tugas tanah jawa bersatu sudah seharusnya rakyat menyatu denga Allah yang kemudian Wahyu Cakraningkrat yang bakal terjadi). Dengan ucap tulus satria dari permohonan Eyang Ismaya / Ki Badranaya selaku pengasuh sekaligus pembimbing bersama-sama untuk memohon pada Dewata. Syang Hyang Giri Nata bersabda "Angger Satria kabeh iku wis kinodrat nunggu titi wanci kang prayoga, sabar angger” (Nak satria semua itu sudah ada koddratnya tunggu waktu yang tepat, sabar nak). Dan satria-pun segera menjawab "Mboten saget pikulun kula  kedah sowan enggal saget babar wahyu tanah jawi, angkara murka kedah sirna, menawi paduka arsa mboten kewagang paring keputusan, satria bade sowan Syang Hyang Wenang" .... Eee... ojo-ojo angger satria pangkas Syang Hyang Giri Nata iku ora prayoga mundhak ulun kadukan lan kesalahan ("Tidak bisa paduka saya segera datang untuk segera mewujudkan wahyu tanah jawi bersatu, angkara murka harus sirna, kalau paduka tidak bersedia ambil keputusan, satria akan datang pada Syang Hyang Wenang” … Eee … jangan-jangan nak satria tukas Syang Hyang Giri Nata itu tidak sepantasnya menjadikan AKU dimarahi dan salah). Didalam sela-sela percakapan, Batara Narada berkata "Bener angger ulun ngerti jroning ati sucimu wis ora kuwawa ndeleng kahanan saya ngambra" (betul nak AKU tahu didalam hati sucimu sudah tidak sabar lagi melihat keadaan semakin meraja lela). Dari gebrakan satria dalam perdebatan tadi, maka para Dewata bermusyawarah sejenak, namun dalam kesempatan itu, satria dimarahi oleh Rama Sunan Kalijaga ''Angger Satria jeneng ngono iku ora tata trapsila ngadep marang Jawata" (Nak satria hal seperti itu tidak sopan menghadap pada Dewa),  ketika itu juga ucapan Sunan Kalijaga ditebas oleh Ki Badranaya . . "Iku jeneng bener angger sira kadereng andeleng kawula pada cintroko ... terusna panggugatmu angger" (itu hal yang benar nak kamu terdesak melihat rakyat menderita …. Teruskan gugatanmu nak). Tak lama Syang Hyang Giri Nata bersabda "Angger satria arep dikaya ngapa jeneng kodrat alam manunggal marang kang Maha Wenang, mula kanti panggugatmu yen Mahameru wis luntak dahana kasusul sanga ardi pitungkase, kalawan lindhu ageng, bumi bedah wuntah kuwaya wulan sura  babaraing purwa kawitan tanah jawa cintraka” (Nak satria mau diapakan saja namanya kodrat alam bersatu dengan kekuasaan Tuhan, maka dengan gugatanmu kalau Mahameru sudah muntah api disusul sembilan gunung penutupnya, dengan yang lainnya gempa besar, bumi bedah keluar semburan air bulan sura dimualainya tanah jawa berkabung).  "Jejer Wahyu Cakraningkrat tungkanen ing ari Sukra Kasih lakon-ira'' (Wujud Wahyu Cakraningkrat hadanglah di hari Selasa Kliwon perjalananmu). Merangkak menapak guyuran hujan badaipun datang mendampingi langkah satria untuk bersemayam di Padepokan Garuda Cakra di Lereng Menoreh. Langitpun mendung bergayut tipis berarak, rembulan temaram samar di hiasi bintang-bintang menabur keindahan angkasa.

Hinggaplah hari berlalu masa menuju jaman berakhirlah dengan songsongan Ki Badranaya yang sedang bercanda dengan Rama Sunan Kalijaga di tepian Bengawan Bogowonto, sergah Ki Badranaya "hai angger den agem busana kasatrian-ira enggal manembah sujud marang Jawata" (hai nak segera pakai pakain kesatrianmu segera sembah sujud pada Allah), ... sendika dawuh Ki Badranaya sahut satria (siap laksanakan tugas). Ternyata kedua pengasuh satria telah terlebih dahulu menunggui satria di pertapan pinggiran Bengawan Bogowonto. Semburat rembulan malam bergayut setengah sabit disertai awan berarak gemebyar di Lereng Menoreh berkilat cahaya alam, mengapa malam ini rembulan terkurung oleh lingkaran awan ... suatu pertanda Dewata menyongsong Satria. Gegapnya deru tawa kecil cewek-cewek centil dan telanjang bulat menghadap satria mengajak mandi di Bengawan Bogowonto dan mengajak berpesta pora mengumbar nafsu birahi mereka tertawa cekikikan dan menawarkan diri dan memeperlihakan barang terlarang milik mereka, namun satria sadar ini adalah godaan dari lakon yang harus ditempuh. Dan satria-pun tersirap mendengar desis se-ekor Naga Kuning ke-emasan dialah Syang Hyang Ontoboga berucap "Angger aja sira lena dening iku wanita jail utusane Ibu Ratu Mas Segara Kidul, tugasmu abot ngondur-ake bumi tanah jawa perjanjian 500 tahun kepungkur Brawijaya, Sunan Kalijaga lan Sabda Palon Nayagenggong, mula tatag-na niat bathin sucimu ... angger" Nak jangan kamu terlena oleh wanita jail utusan Ibu Ratu Mas Segara Kidul, tugasmu berat mengembalikan bumi tanah jawa ketika perjanjian 500 tahun yang lalu antara Brawijaya, Sunan Kalijaga lan Sabda Palon Nayagenggong, mula tabahkanlah niat sucimu … nak). Suasana berganti panas dan keringatpun deras, desis angin bergayut lembut temyata kilatan cahaya kecil datangnya Syang Hyang Batara Surya dan beliau bersabda "Angger Satria aja oncat saka pertapanmu yen jejer Wahyu Cakraningkrat durung tumiba, tatagna tekad lan niatmu marang pangudi luhur minangka dharmaning satria, delengen wanci suruping mega bakal ana cahya gede yaiku sunare Wahyu Cakraningkrat kang bakal timiba" (Nak satria jangan pergi dari pertapaanmu jika Wahyu Cakraningrat belum turun, tabahkanlah tekat dan niatmu kepada cita-cita luhur sebagai dharma kesatria, lihatlah saat matahari terbenam bakal ada cahaya besar yaitu sinarnya Wahyu Cakraningrat yang bakal turun), sunyipun merayap menghampiri pagi tatkala satria lihat gebyar begitu dahsyatnya caha Wahyu Cakraningkrat, terpanggillah oleh Ki Badranaya dan Rama Suiun Kalijaga "Angger wus enggal wedar kondur padepokan-ira”. (Nak sudahlah segera bangun terus pulang ke padepokanmu). Lambaian tangan kaki terayun melangkah menapaki hamparan permadani alam beralaskan kaki-kaki terjal hinggaplah di tilam pasewakan agung Padepokan Garuda Cakra di Lereng Menoreh.

Cuacapun berdendang mengiringi langkah mendung seputar awan mengambang berarak bintang tersenyum masam, kilatan cahaya menerjang malam menghantarkan langkah satria menjalankan "Dharmaning Ksatria" berlaga mengadu pada Dewata, disitulah berbagai keanehan jagad yang menjadikan teguh dan tekadnya satria manunggal dengan alam sebagai gemblengan menghadapi kehidupan. Di tengah-tengah gemuruhnya air Bengawan Bogowonto tak pernah terlupakan Ki Badranaya, Rama Sunan Kalijaga dan Syang Hyang Ontoboga selalu mendampingi satria menjalankan dharma bakti melacak Wahyu Cakraningkrat wahyuning tanah jawa.

Tatkala rintik hujan kecil turun menggapai buana disertai dendang semilirnya angin malam, hadirlah  Pikulun Batara Indra bersama ajudannya menghampiri satria dan hersabda "Angger satria tunggon-ana pertapan-ira angrantu tutug-e lakon, Wahyu Cakraningkrat bakal sira tampa, ing dina sesuk jeneng sira satria kasihing Dewa angaaem-a selempang janur kuning sak panderek-ira" (Nak satria tunggulah pertapaanmu untuk menunggu selesainya tugas, Wahyu Cakraningrat bakal kamu terima di hari besuk, satria kekasihnya Dewa pakailah selempang janur kuning beserta pengawalmu). Perintah itu satria terima "Sandika dawuh pikulun, satria nyuwun tambahing pangestu lan paring-ana pertanda gebyaring Wahyu Cakraningkrat" (Siap menjalankan tugas Dewata, satria mohon doa restu dan berilah tanda kekuasaan-MU akan kilatan cahaya Wahyu Cakraningrat), temyata benar di Lereng Menoreh disebelah timur pertapan satria mendadak bercahaya terang benderang dan berkilat-kilat suasanapun sepi dan terdengarlah ucapan Pikulun Batara Indra "Angger satria iku pertanda agung panyuwun-ira, wus enggal kondur saka pertapan-ira" (Nak satria itu tanda kekuasaan-KU akan permintaanmu, sudahlah segera pulang dari pertapaanmu).

Kaki merangkak pada semak-semak penuh duri-duri tajam dan suasana rintik hujanpun semakin deras, anginpun setia mengiringi langkah satria untuk bersemayam menuju Padepokan Garuda Cakra di Lereng Menoreh.

Hari berganti esok nuansa mentari menyirapkan suasana terang benderang melalui dharma-dharma satria tak perah lepas dari kehidupan orang-orang memohon pertolongan. silih berganti berbagai macam keadaan ... itulah hidup dalam godogan alam. Betapa besarnya Hakekat Tuhan memberi kekuasaan pada umatnya, perjalanan panjang telah satria tempuh dan menemui hal-hal diluar jangkauan akal fikiran manusia dan ini terjadi ketika angin semilir disertai pedhut memutih berarak bintang-bintang dan rembulanpun malu-malu menampakkan wajahnya setengah sabit ditengah-tengah samudra hamparan pelangi, disitulah terlihat rembulan terkurung lingkaran awan memutih membias angkasa. Ternyata alam kuning beserta penghuninya menyambut satria menjalankan dharmaning satria menghadapi gemblengan alam. Saat sepi menghimpit perasaan, terdengarlah derap kaki kuda beserta gerombolan serba hitam beriring berarak-arakan dan terpencarlah sinar kuning kemilau memanjang beserta suara gemerincing, temyata Ibu Ratu Mas Segara Kidul datang menghadap satria dan menyapa "Angger Satria dak puji laku-nira ngadepi kahanan kang wigati, jeneng sira puguh tan owah ing panggoda. Tekad lan jiwa kasatrian-ira kena kanggo tuladha, jejer pancen satria pinilih titising Jawata kang andunung darah barata" (Nak satria kupuja tugasmu pengabdianmu menghadapi keadaan yang penting, kamu sangat tabah dan tak pernah berobah dalam goadaan. Tekad dan jiwa ksatriamu dapat sebagai contoh, sosok satria pilihan turunan Dewa yang mengandung darah perang / pemberani). Ucapan Ratu Mas segara Kidul terputus ketika datang angin berkelebat, betapa dinginnya disela rintik hujan yang hanya sekilas melibas waktu ternyata Syang Hyang Bayu Jagad hadir mendekati satria dan disambut "Sungkem satria mugi konjuk Syang Hyang Bayu Jagad" (sembah sujud satria semoga diterima Syang Hyang Bayu Jagad)  dan terjawablah "Angger satria sungkemu tak tampa enggal wedar jeneng sira delengen surya gebyar-gebyar ona kana, iku suryane Wahyu Cakraningkrat kanggo teteg-ing atimu tungkanen wahyuning Jawata" (Nak satria sujudmu aku terima segera bangun dari semadimu lihatlah sinar cahaya gemebyar di sana, itu sinarnya Wahyu Cakraningrat untuk ketabahan hatimu songsonglah wahyu-NYA Allah). "Dhuh Syang Hyang Bayu Jagad matur nembah nuwun ingkang tanpa upami, satria nyuwun pertanda getering alam, oyag-ing bumi mbok bilih pangandikan lan sabda   paduka saget Satria ugemi". (Dhuh Syang Hyang Bayu Jagad terima kasih yang tiada hingga, satria mohon tanda getarnya alam, geraknya bumi apabila sabda paduka bisa satria percaya” Dengan berkelebatnya Syang Hyang Bayu Jagad beserta pulangnya Ibu Ratu Mas Segara Kidul bagai halilintar menyambar, goncanglah bumi pertapan Satria, sebagai bukti dan. penegas alam, Satria berucap "iku yen sira pada mangerteni kabeh iku minangka pertanda yen Wahyu bakal tumiba" (itu kalau kamu mau mengerti, semua itu sebagai tanda jika wahyu bakal turun). Terlenalah pada pembicaraan pertanda tadi. Syang Hyang Ontoboga berkata "Wis angger enggal kondur pamit marang Rama Sunan Kalijaga lan Ki Badranaya”. (Sudah nak segera pamit pada bapak Sunan Kalijaga dan Ki Badranaya).  Dengan ucap salam akhir satria langkahkan derap kaki menuju bangsal patilaman Padepokan Agung Garuda Cakra di Lereng menoreh.

Perjalanan dharmaning satria tak terasa melaju dengan cepatnya, ini malam ke tujuh dari perintah Jawata Agung. Langkah kaki menapaki pertapan pinggir kali Bengawan Bogowonto dan suasana malam begini lenggang, rembulan sabit tertutup kabut hitam, namun bintang-bintang tersenyum menyambut satria menghadap Dewata. Dengan berbagai suasana lewat pancaran keanehan, satria mendengar bisik suara wanita tua renta ... entah siapa, berkata "Angger delengen sarana netra-ira wujud surya Wahyu Cakraningkrat ona kana", (Nak lihatlah dengan matamu bentuk sinar Wahyu Cakraningrat di sana), seketika mata terbuka dan terlihat kilatan cahaya disertai bulatan kuning ke-emasan memancar terang menerangi Lereng Gunung Menoreh. Dan Satria berucap pada para penderek (pengawal) "hai ... kae delengen para kadang ana cahya Wahyu Cakraningrat kang bakal tumiba" (hai … itu lihatlah para sahabat ada sinar Wahyu Cakraningrat yang bakal turun). Tatkala semilir angin menerpa Gisiking Bengawan Bogowonto, datanglah berkelebat Ki Badranaya dan menyapa ''Angger enggal kondur wus ora ana wigati kang bakal sira tampa" (Nak segera pulang sudah tidak ada sabda penting yang bakal kamu terima). Satriapun memenuhi perintah Ki Badranaya pulang menuju Padepokan Agung Garuda Cakra di Lereng Menoreh.

Kilatan hari berganti waktu dan waktupun merajut jalan ke dalam pantauan misteri "Satria Langlang Jagad" siapakah dia sesungguhnya". Anginpun menjawab pada dharma sang satria yang seketika disambut oleh kilatan cahaya alam sebagai pertanda itu rahasia Allah yang belum saatnya terbuka. Suasana malam begitu lenggang bergelayut pada petak-petak mendung yang suram legam terbawa pantulan sinar putih dan berkelebatlah Sang Hyang Batara Kamajaya dan Dewi Ratih sepasang Dewa keindahan juga Dewa asmara menghampiri satria dan beliau bersabda "Angger satria wedar-na ciptamu, jeneng sira dak puji ing sakmengko jejer jeneng sira kang bakal nduweni Wahyu Cakraningrat, mula jeneng sira satria sejati bakal ulun sabda wijiling satria wicaksana bagus pideksa ... enggal jugar lan kondur salria" (Nak satria bangunlah dari bertapamu kamu AKU puji kelak kamu yang bakal memiliki Wahyu Cakraningrat, maka kamu satria sejati bakal AKU ciptakan sebagai satria wicaksana gagah perkasa …. Segera bangun dan pulanglah satria). Segera satria bangkit dari pertapan dan pulang menuju singgasana Padepokan Garuda Cakra di Lereng Menoreh.

Hari bergelayut ... mendung dan hujan-pun turun membasahi persada tanpa henti-hentinya, tatkala rembang petang mengambang di cakrawala, rintik hujan terpatahkan oleh senyuman angin malam dan suasanapun lenggang. Arus Bengawan Bogowonto begitu murkanya melibas menghadang satria, terdengarlah bisikan suara orang bercanda ... temyata Rama Sunan Kalijaga, Ki Badranaya dan Syang Hyang Ontoboga bercerita entah apa yang beliau ceritakan dan beliaupun segera menyambut satria. Sementara debur ombak semakin tajam dan mengerikan, pancaran sinar kuning kemilau ke-emasan begitu cepatnya melesat dari arah selatan menerjang pertapaan satria, temyata Ibu Ratu Mas Segara Kidul. Dengan bisikan lirih Ki Badranaya pada Satria berkata "Angger Satria suwunen perjanjen 500 tahun kapungkur baline bumi tanah jawa  sekalian panyuwun baline wahyu tanah jawa kang kasta Ibu Ratu Mas Segara Kidul ". (Nak satria mintalah perjanian 500 tahun yang lalu kembalinya tanah jawa sekalian permintaan kembalinya wahyu tanah jawa yang di bawa Ibu Ratu Mas Segara Kidul).Tak lama berkelebatlah bayangan putih dari timur sana, terlihat Sunan Lawu atau sinebut Barawijaya Pamungkas disertai Maha Patih Gajah Mada beserta Sabda Palon dan Nayagenggong, atas perintah tersebut satria panjatkan pada Ibu Ratu Mas Segara Kidul "Pangapunten ingkang kathah ibu, kapeksa satria suwun wangsulipun Wahyu Tanah Jawa sesarengan perjanjian 500 tahun kapengker wangsulipun Bumi Tanah Jawi kados nalika wingi uni ingkang sedaya punika dados panguasa ibu, pramila  ibu kersa dangan ing panggalih". (Mohon maaf yang sebesar-besarnya ibu, terpaksa satria minta kembalinya wahyu tanah jawa sekalian kembalinya perjanjian 500 tahu yang lalu tentang keadaan tanah jawa seperti semula yang semua ini menjadi kekuasaan ibu, maka mohon ibu untuk sabar dan berhati dingin). Dan Ratu Mas Segara Kidul menjawab "Angger Satria dak puji katiyasanmu wani ngadepi kahanan kang bakal dumadi, arep dikaya ngapa ibu tetep kalah marang kodrat, iki jeneng sira tampa baline perjanjian 500 tahun kapungkur bumi tanah jawi nyawiji kaya wingi uni sekalian wahyu tanah jawa minangka lambarane sineksen dina Sabtu Kliwon tahun puniki" (Nak satria ku sanjung keberanianmu menghadapi kenyataan yang bakal terjadi, mau diapakan saja ibu tetap kalah dengan kodrat, ini kamu terima perjanjian 500 tahun yang lalu bumi tanah jawa bersatu seperti dahulu kala sekalian wahyu tanah jawa  sebagai dasarnya disaksikan hari sabtu kliwon tahun ini)., penyerahan disaksikan oleh Syang Hyang Bayu Jagad dengan datangnya angin yang bergayut kencang, dengan cepat dan tanggapnya Rama Sunan Kalijaga mendendangkan Adzan dengan nada yang begitu nyaring dan menggema dilanjutkan dengan tembang  IIir-Ilir sampai benar-benar menggetarkan nurani hingga pada titik puncak penyerahan dibacakan lafat huruf jawa      ( Ha, Na, Ca. Ra. Ka, Da, Ta, Sa, Wa, La, Pa, Dha, Ja, Ya, Nya, Ma, Ga, Bha, Tha, Nga ) lalu disambung dengan lafal huruf arab (Alif, Ba’ ,Ta’, Sya’, Jim, Kha’,Kho’, Dal, Dzal, Ra’,Yaa,Sin,Syin, Shot, Dhot, Ta, Dho, Ngain, Ghin, Fa’, Kop, Kap, Lam, Mim, Nun, Wawu, Ha’, Lamalif, Hamzah, Ya’)

Views: 7754 | Added by: satriaputih212 | Rating: 1.6/7
Total comments: 2
2 viniojubilee  
0
Jejer Wahyu Cakraningkrat tungkanen ing ari Sukra Kasih lakon-ira'' (Wujud Wahyu Cakraningkrat hadanglah di hari Selasa Kliwon perjalananmu). 

Sukra kasih = Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon? Suwun

1 annonce escorte  
0
Мне нравится ценную информацию, которую Вы предоставили, на satriaputih212.do.am . Я буду отмечать свой ​​блог и еще раз проверить здесь регулярно. Я совершенно уверен, что буду узнать много нового материала прямо здесь! Желаем удачи на следующий ! что касается

Name *:
Email *:
Code *:
Calendar
«  January 2009  »
SuMoTuWeThFrSa
    123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
Entries archive
Site friends
  • Create a free website
  • Online Desktop
  • Free Online Games
  • Video Tutorials
  • All HTML Tags
  • Browser Kits
  • Statistics

    Total online: 3
    Guests: 3
    Users: 0